Sejarah mencatat dahulu kala islam pernah berjaya selama kurang lebih 400 tahun. Tapi sekarang yang kita lihat umat islam di seluruh dunia tak berdaya. Bukan saja di negara muslim minoritas (yang justru tertindas). Di negara dengan mayoritas muslim seperti negeri kita saja tak berdaya kita di kuasai. Walau bukan saja secara fisik tapi bisa juga secara ekonomi, politik, budaya. Kita dipaksa ikut aturan mereka, kita dipaksa ikut system mereka yang notabene bukan cara islam.
Lalu apakah kita bisa kembali berjaya…?
Apa solusi masalah negara ini….?
Solusi Masalah Negara Dengan Mengaji Tauhid
Banyak orang yang ragu, apalagi seolah enggak lagi yakin kalau pemecahan carut marut negara kita yakni dengan sistem kembali mengaji serta mendalami agama kita. Kemudian mengamalkan serta mendakwahkannya.
Sampai- sampai banyak orang yang mengatakan:“ lha jika kita enggak turut nyebur ke dunia politik, ataupun turut memperebutkan kursi kekuasaan yang ada, maka orang- orang kafirlah yang hendak menguasai negara kita”. “ Lha saat ini telah jungkir balik aja kursi kekuasaan sukses dikuasai oleh orang kafir, serta cecunguknya”.
Pemilik Kursi kekuasaan Sesungguhnya
Betul sobat, gara- gara kamu jungkir balik rebutan kursi kesimpulannya kamu kurang ingat kalau kursi itu sesungguhnya kepunyaan Allah Ta’ ala. Kamu kira kursi itu kepunyaan rakyat, hingga hingga kamu terjerambab dalam kebutaan idiologi sesat: “suara rakyat merupakan suara Tuhan“.
Sebab kamu kurang ingat pemilik kursi yang sesungguhnya. Kesimpulannya kamu cuma berbekalkan otot, sebaliknya otot kamu tidak sekuat otot orang- orang kafir, ya pantas aja kamu kalah.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Ali Imran 26).
Inilah Ujian Iman
Mungkin sobat mengatakan: “ Waah, tambah ngawur aja nih, la jika kita cuma ngaji serta ngaji, kemudian beribadah serta berdoa aja. Apa iya bisa jadi Islam mampu berkuasa? Apa mampu menjadi solusi masalah negara? Atau malah kebalikannya, Islam malah tersingkirkan?“.
Sobat! Inilah tes iman yang sesungguhnya. Mungkin ini salah satu hikmah yang mampu kita petik dari membaca surat Al-Kahfi tiap hari Jum’ at. Dalam surat ini diceritakan gimana para pemuda Ashabul Kahfi, yang sudah kehilangan ide serta serta cara untuk dapat mengislamkan ummatnya, sampai pada akhirnya mereka bersembunyi di dalam gua, setelah itu mereka tertidur sepanjang 309 tahun.
Subhanallah, tatkala mereka terbangun dari tidurnya ternyata kaumnya sudah berganti 100 persen, mereka seluruhnya sudah beriman.
Allah Ta’ ala pula yang menggambarkan bagaimana cerita kaumnya Nabi Yunus alaihissalam. Tatkala Nabi Yunus sudah merasa kehilangan cara serta asa buat mengislamkan kaumnya. Nabi Yunus meninggalkan kaumnya supaya tidak turut terkena azab, tetapi subhanallah setelah kepergian Nabi Yunus, ternyata kaumnya menemukan anugerah serta beriman. Sebaliknya Nabi Yunus harus menerima takdir, ditelan ikan besar sampai beberapa waktu.
Masih Ragukah sobat….?
Gimana sobat, masih ragu kalau owner kursi yang sesungguhnya merupakan Allah? mintalah kursi tersebut kepada pemiliknya yang sesungguhnya. gimana? ya pasti dengan menegakkan iman sobat, ibadah sobat, rasa cinta sobat, rasa khawatir sobat serta pengagungan sobat cuma kepada-Nya.
Percayalah, apabila jiwa – jiwa ummat Islam Indonesia sudah suci dari noda- noda syirik serta bid’ ah, tidak akan lama telat ataupun tertunda, kursi kekuasaan akan lekas jadi kepunyaan ummat Islam. Niscaya masalah negara yang carut marut ini akan selesai. Demikianlah janji Allah Ta’ ala:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. An Nur 55) [1]
Pemimpin yang Baik dari Rakyat yang Baik
Terkadang ada sebagian orang yang mengatakan masalah negara karena pemimpin negara yang rusak, yang dholim. Jika kita mau menginterospeksi diri pemimpin yang dholim itu disebabkan oleh kondisi rakyat yang rusak. Karena pemimpin adalah cerminan dari rakyat itu sendiri.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan:
ﻭﺗﺄﻣﻞ ﺣﻜﻤﺘﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﺍﻥ ﺟﻌﻞ ﻣﻠﻮﻙ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ ﻭﺃﻣﺮﺍﺀﻫﻢ ﻭﻭﻻﺗﻬﻢ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ ﺍﻋﻤﺎﻟﻬﻢ ﺑﻞ ﻛﺄﻥ ﺃﻋﻤﺎﻟﻬﻢ ﻇﻬﺮﺕ ﻓﻲ ﺻﻮﺭ ﻭﻻﺗﻬﻢ ﻭﻣﻠﻮﻛﻬﻢ ﻓﺈﻥ ﺳﺎﺗﻘﺎﻣﻮﺍ ﺍﺳﺘﻘﺎﻣﺖ ﻣﻠﻮﻛﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﻋﺪﻟﻮﺍ ﻋﺪﻟﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺟﺎﺭﻭﺍ ﺟﺎﺭﺕ ﻣﻠﻮﻛﻬﻢ ﻭﻭﻻﺗﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﻇﻬﺮ ﻓﻴﻬﻢ ﺍﻟﻤﻜﺮ ﻭﺍﻟﺨﺪﻳﻌﺔ ﻓﻮﻻﺗﻬﻢ ﻛﺬﻟﻚ ﻭﺇﻥ ﻣﻨﻌﻮﺍ ﺣﻘﻮﻕ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﺪﻳﻬﻢ ﻭﺑﺨﻠﻮﺍ ﺑﻬﺎ ﻣﻨﻌﺖ ﻣﻠﻮﻛﻬﻢ ﻭﻭﻻﺗﻬﻢ ﻣﺎ ﻟﻬﻢ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﻧﺤﻠﻮﺍ ﺑﻬﺎ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺍﺧﺬﻭﺍ ﻣﻤﻦ ﻳﺴﺘﻀﻌﻔﻮﻧﻪ ﻣﺎﻻ ﻳﺴﺘﺤﻘﻮﻧﻪ ﻓﻲ ﻣﻌﺎﻣﻠﺘﻬﻢ ﺍﺧﺬﺕ ﻣﻨﻬﻢ ﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﻣﺎﻻ ﻳﺴﺘﺤﻘﻮﻧﻪ ﻭﺿﺮﺑﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﻤﻜﻮﺱ ﻭﺍﻟﻮﻇﺎﺋﻒ ﻭﻛﻠﻤﺎ ﻳﺴﺘﺨﺮﺟﻮﻧﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻀﻌﻴﻒ ﻳﺴﺘﺨﺮﺟﻪ ﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺎﻟﻘﻮﺓ ﻓﻌﻤﺎﻟﻬﻢ ﻇﻬﺮﺕ ﻓﻲ ﺻﻮﺭ ﺍﻋﻤﺎﻟﻬﻢ ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﺍﻻﻟﻬﻴﺔ ﺍﻥ ﻳﻮﻟﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺷﺮﺍﺭ ﺍﻟﻔﺠﺎﺭ ﺍﻻ ﻣﻦ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻦ ﺟﻨﺴﻬﻢ ﻭﻟﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﺪﺭ
“Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka.
Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah- tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya.
Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.
Setiap amal rakyat akan tercermin pada amalan penguasa
Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkan hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya.
Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak.
Dengan demikian berdasarkan hikmah Allah, apabila pada zaman kita ini dipimpin oleh pemimpin seperti Mu’awiyah, Umar bin Abdul Azis, apalagi dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, maka tentu pemimpin kita itu sesuai dengan keadaan kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita tersebut akan sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan konsekuensi dan tuntunan hikmah Allah Ta’ala .[2]
Introspeksi Diri
Oleh karena itu, untuk mengubah keadaan kaum muslimin menjadi lebih baik, maka hendaklah setiap orang mengoreksi dan mengubah dirinya sendiri, bukan mengubah penguasa yang ada. Hendaklah setiap orang mengubah dirinya yaitu dengan mengubah aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalahnya.
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala ,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ ﻳُﻐَﻴِّﺮُ ﻣَﺎ ﺑِﻘَﻮْﻡٍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻐَﻴِّﺮُﻭﺍ ﻣَﺎ ﺑِﺄَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ
“ Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ” (QS. Ar Ra’du [13] : 11)
Tauhid Adalah Pondasi
Tauhid adalah inti dakwah para rosul, dengan tauhid amalan kita di terima atau di tolak. Dosa terbesar sebagaimana kita tahu adalah syirik, sebaliknya amalan terbesar adalah lawan syirik yaitu tauhid. Tauhid ibarat pondasi bagi agama kita, jika pondasinya rapuh bahkan rusak, maka robohlah agama kita.
Seharusnya kita menaruh perhatian besar pada tauhid ini, Karena dengan tauhid dapat di tentukan kita muslim, musyrik atau bahkan kafir. Sayangnya pola pendidikan di negeri kita tercinta kurang perhatian pada tauhid, makanya jangan heran jika kemusyrikan merajalela, dianggap biasa bahkan dilestarikan dengan dalih pelestarian budaya, naudzubillah.
Nantinya di blog ini akan saya upload kajian khusus membahas tauhid dan syirik secara bertahap dan urut, audio dan video untuk media belajar kita dan mendakwahkan pada keluarga kita. Sudah menjadi kewajiban kita menyelamatkan keluarga kita dari api neraka, So jangan ketinggalan ya sobat langganan email list kami dulu atau ikuti social media kami.
Kesimpulan:
- Masalah negara bukan semata-mata disebabkan pemimpin yang dholim. walaupun hal ini berpengaruh besar. Akan tetapi jika kita mau introspeksi diri pemimpin yang dholim lahir dari rakyat yang dholim juga. Rakyat yang dholim lahir dari kurangnya ilmu agama terutama tauhid, karena tauhid adalah pondasi.
- Rusaknya negara karena kita sering membuat Allah Subhanahu wata’ala murka, karena maksiat yang merajalela di negeri ini. Maksiat merajalela karena kurangnya ilmu, karena kurang ngaji.
- Jika kita mau memperbaiki negara yang rusak, tidak usah jauh-jauh kita mulai dari sendiri dan keluarga dulu.
Terima kasih telah berkunjung.
Catatan kaki:
- Artikel Muslim.or.id
- Lihat Miftah Daaris Sa’adah, 2/177-178
Posting Komentar