Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang diutus kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai petunjuk hidup bagi umat Islam. Dalam ajaran Islam, Al-Qur'an dipandang sebagai firman Allah yang tidak dapat diganggu gugat dan merupakan kalam-Nya yang abadi, tidak terikat oleh waktu atau tempat. Namun, sepanjang sejarah, muncul beberapa sekte yang mencoba menafsirkan Al-Qur'an dengan cara yang kontroversial, termasuk gagasan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk ciptaan Allah dan bukan firman-Nya yang abadi.
Fitnah tentang perkataan Al-Qur'an adalah makhluk ini berkembang pada masa-masa awal sejarah Islam dan menimbulkan perpecahan yang mendalam di kalangan umat Islam. Artikel ini akan mengulas asal-usul munculnya fitnah ini, perkembangannya, serta tanggapan dari para ulama dan pandangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah mengenai masalah ini.
1. Asal Usul Fitnah Al-Qur'an Adalah Makhluk
A. Munculnya Pemikiran Ini di Kalangan Khawarij dan Mu'tazilah
Pemikiran bahwa Al-Qur'an adalah makhluk pertama kali muncul pada masa Abbasiyah pada abad ke-8 Masehi. Pemikiran ini muncul sebagai bagian dari fitnah pemikiran rasionalis yang berkembang pada masa tersebut. Pemikiran ini sebagian besar dipengaruhi oleh kelompok Mu'tazilah, yang memandang bahwa segala sesuatu, termasuk Al-Qur'an, harus dijelaskan dengan rasionalitas dan akal manusia.
B. Kontroversi di Kalangan Ulama
Pemikiran ini pertama kali disebarkan oleh Al-Jahm bin Safwan, seorang pemikir yang dikenal sebagai tokoh utama yang menyebarkan paham bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Al-Jahm, yang mengikuti aliran Mu'tazilah, berpendapat bahwa kalam Allah adalah sesuatu yang diciptakan oleh Allah dan karenanya harus dipahami sebagai makhluk. Ia berargumen bahwa jika Al-Qur'an dianggap sebagai kalam Allah yang abadi, maka ini akan mengarah pada pemahaman yang bertentangan dengan konsep tauhid yang mengajarkan bahwa Allah tidak memiliki pasangan atau kesamaan dengan makhluk-Nya.
Paham ini menyebar di kalangan beberapa kelompok yang cenderung mengikuti pemikiran rasionalis dan logis, termasuk golongan Khawarij dan Mu'tazilah pada masa itu. Mereka berpandangan bahwa untuk menghindari kesyirikan, Al-Qur'an tidak boleh dianggap sebagai kalam abadi Allah, melainkan sebagai makhluk yang diciptakan oleh-Nya. Pendapat ini kemudian memicu perdebatan teologis yang intens di kalangan ulama dan umat Islam.
2. Pandangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah tentang Al-Qur'an
A. Al-Qur'an adalah Kalimah Allah yang Abadi
Dalam pandangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Al-Qur'an adalah kalam Allah yang tidak dapat dianggap sebagai makhluk. Ahlus Sunnah berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang abadi, yang tidak ada awal dan tidak ada akhirnya. Al-Qur'an adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, dan sifatnya adalah makhluk yang tidak dapat dipisahkan dari keesaan-Nya.
Berdasarkan prinsip ini, Ahlus Sunnah menekankan bahwa menyatakan Al-Qur'an sebagai makhluk adalah suatu bentuk penyimpangan yang dapat merusak dasar-dasar akidah Islam, karena menganggap bahwa sesuatu yang abadi dan tidak tercipta seperti Al-Qur'an dapat memiliki permulaan dan akhirnya, sama seperti makhluk lainnya.
B. Dalil dari Al-Qur'an dan Hadis
Untuk menanggapi fitnah ini, para ulama Ahlus Sunnah berpegang pada sejumlah dalil dari Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang tidak dapat disamakan dengan makhluk-Nya. Beberapa dalil yang digunakan oleh ulama Ahlus Sunnah adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur'an sebagai Kalimah Allah yang Abadi:
Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ
Artinya: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."* (QS. Al-Hijr: 9)
Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang dijaga oleh-Nya, dan tidak ada yang dapat merubahnya.
2. Kalimah Allah yang Tidak Sama dengan Makhluk:
Rasulullah SAW bersabda:
"Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk." (Hadis Shahih, riwayat Muslim)
Hadis ini menunjukkan dengan jelas bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang tidak diciptakan, dan karenanya tidak bisa disamakan dengan makhluk-Nya.
C. Respon Terhadap Paham Al-Qur'an Adalah Makhluk
Imam Ahmad bin Hanbal, salah satu ulama besar dari kalangan Ahlus Sunnah, dengan tegas menentang paham bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Ia menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang abadi, dan tidak ada seorang pun yang berhak mengatakan sebaliknya. Begitu pula Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Hanafi yang sepakat bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang tidak bisa disamakan dengan ciptaan-Nya.
Paham ini juga ditanggapi oleh para ulama lainnya, seperti Ibnu Taimiyyah, yang menegaskan bahwa memahami Al-Qur'an sebagai makhluk adalah sebuah kesalahan besar yang dapat merusak fondasi akidah Islam. Menurut mereka, keyakinan ini berpotensi membawa kepada syirik dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
3. Penutupan dan Penyelesaian Konflik
Pada masa pemerintahan al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah, fitnah tentang Al-Qur'an adalah makhluk sempat mendapatkan dukungan dari penguasa. Khalifah al-Ma’mun berusaha untuk mengimplementasikan paham ini di kalangan umat Islam dengan mengadakan ujian intelektual dan menekan ulama yang menentang paham tersebut.
Beberapa ulama besar, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, dihadapkan pada penganiayaan dan penjara karena menolak ide ini. Namun, meskipun ada tekanan besar, mereka tetap teguh dengan keyakinannya bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang tidak dapat dianggap sebagai makhluk.
Kesimpulan
Fitnah tentang Al-Qur'an sebagai makhluk adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah pemikiran Islam yang menimbulkan perdebatan panjang antara berbagai kelompok teologis. Paham ini pertama kali diperkenalkan oleh kelompok Mu'tazilah dan tokoh seperti Al-Jahm bin Safwan, namun mendapatkan penolakan keras dari ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Mereka menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang abadi, dan pemikiran yang menyatakan sebaliknya adalah penyimpangan yang bisa merusak akidah umat Islam.
Penolakan terhadap paham ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kemurnian ajaran Islam dan memahami Al-Qur'an sebagaimana mestinya, sebagai firman Allah yang sempurna dan tidak dapat disamakan dengan makhluk-Nya.
Posting Komentar