Sejarah Munculnya Sekte Mu'tazilah dan Ajaran Sesatnya Dalam Islam

Dalam sejarah panjang perkembangan pemikiran Islam, kita dapat menemukan banyak sekte dan aliran yang muncul dengan berbagai pemahaman yang berbeda terhadap ajaran agama. Salah satu sekte yang memiliki pengaruh signifikan, namun juga kontroversial dalam sejarah Islam adalah Sekte Mu'tazilah. Sekte ini dikenal dengan pandangannya yang berfokus pada rasionalisme dan penolakan terhadap beberapa prinsip dasar ajaran Islam, yang menyebabkan banyak ulama besar zaman itu menganggap ajarannya sesat dan bertentangan dengan wahyu Ilahi.

Sekte Mu'tazilah muncul pada abad ke-2 Hijriyah (8 M) dan berkembang pesat di kalangan intelektual Muslim, terutama pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah. Dalam artikel ini, kita akan mengulas secara rinci mengenai asal-usul kemunculan Sekte Mu'tazilah, ajaran sesat yang mereka ajarkan, serta tanggapan dari para ulama Islam terhadap sekte ini.

1. Asal Usul dan Sejarah Munculnya Sekte Mu'tazilah

A. Siapa Itu Wasil bin Ata' dan Asal Usul Mu'tazilah?

Sekte Mu'tazilah berasal dari seorang tokoh bernama Wasil bin Ata', seorang ulama asal Bashrah, Irak, yang merupakan murid dari Hasan al-Basri, seorang tokoh besar dalam tradisi Ahlus Sunnah. Wasil bin Ata' pada awalnya berguru kepada Hasan al-Basri, namun ia kemudian berpisah dan mengembangkan pemikirannya sendiri yang mengarah pada rasionalisme yang lebih bebas dalam menafsirkan teks-teks agama.

Sekte Mu'tazilah mulai terbentuk sekitar tahun 130 Hijriyah (sekitar abad ke-8 M). Wasil bin Ata' mengajarkan bahwa iman bukan hanya sekadar pengakuan hati, tetapi harus dilihat juga dari segi tindakan dan amal perbuatan. Ia mengembangkan paham yang menekankan kebebasan kehendak manusia dan menolak konsep bahwa takdir Allah sepenuhnya mengatur segala perbuatan manusia. Pemikiran ini kemudian diterima oleh sejumlah pengikutnya dan menjadi dasar bagi aliran Mu'tazilah.

B. Penyebaran Sekte Mu'tazilah

Pada awalnya, Mu'tazilah hanya berkembang di kalangan intelektual di kota-kota seperti Bashrah dan Baghdad, namun mereka mendapat perhatian lebih ketika Khalifah al-Ma'mun dari Dinasti Abbasiyah mendukung dan mempromosikan ajaran mereka. Al-Ma'mun berusaha menguatkan aliran rasionalisme dalam pemerintahan dan intelektualisme, dan ia menjadikan Mu'tazilah sebagai aliran resmi dalam negara.

Selama masa pemerintahan al-Ma'mun, Mu'tazilah mendapatkan kekuatan politik yang besar dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan pengajaran agama. Ajaran-ajaran Mu'tazilah mendominasi di pusat-pusat intelektual dunia Islam selama beberapa dekade, meskipun akhirnya mendapatkan perlawanan besar dari ulama-ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.

2. Ajaran Sesat Sekte Mu'tazilah

A. Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Mu'tazilah

Sekte Mu'tazilah memiliki lima prinsip utama yang mereka ajarkan, yang disebut sebagai "Al-Ushul al-Khamsa" (Lima Pokok Ajaran). Prinsip-prinsip tersebut adalah:

  1. Tauhid – Mu'tazilah menekankan pentingnya pemahaman tauhid yang bersih dari segala bentuk kesyirikan dan bid'ah. Namun, mereka menafsirkan tauhid secara berlebihan dan kadang-kadang menjauh dari pengertian hakiki tauhid yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadis.
  2. Adalah (Keadilan Allah) – Mereka berpendapat bahwa Allah tidak boleh berlaku zalim terhadap hamba-Nya. Dalam pandangan Mu'tazilah, Allah tidak akan mengazab seseorang jika tidak ada perbuatan buruk yang dilakukan oleh orang tersebut, dan mereka menekankan bahwa setiap orang bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.
  3. Wa'd dan Wa'id (Janji dan Ancaman) – Mu'tazilah meyakini bahwa Allah akan memberikan pahala kepada orang yang taat dan mengancam dengan siksa bagi yang berdosa, tetapi mereka tidak mengakui konsep syafaat dan neraka abadi bagi orang-orang yang berdosa. Mereka percaya bahwa seorang Muslim yang melakukan dosa besar akan dihukum di dunia dan tidak ada jaminan baginya untuk masuk surga tanpa melalui proses hukuman.
  4. Manusia Memiliki Kebebasan untuk Berkehendak – Salah satu ajaran paling kontroversial dari Mu'tazilah adalah bahwa manusia memiliki kebebasan penuh untuk memilih tindakannya, tanpa campur tangan takdir Allah. Dalam pandangan mereka, setiap tindakan manusia sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia itu sendiri, dan bukan merupakan bagian dari takdir Allah.
  5. Al-Amanah (Amanah atau Kepercayaan) – Mu'tazilah mengajarkan bahwa umat manusia diberikan kebebasan dan tanggung jawab atas tindakan mereka. Mereka menganggap bahwa manusia memiliki kemampuan untuk memilih antara kebaikan dan keburukan dengan akal yang diberikan Allah.

B. Penolakan Terhadap Takdir dan Sifat-Sifat Allah

Salah satu ajaran Mu'tazilah yang dianggap sesat adalah penolakan terhadap takdir Allah. Mereka menegaskan bahwa Allah tidak mengatur atau menentukan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, dan bahwa segala perbuatan manusia adalah hasil dari kebebasan pilihan manusia itu sendiri. Mereka tidak mengakui bahwa takdir Allah mencakup segala yang terjadi dalam kehidupan ini, termasuk perbuatan manusia.

Selain itu, Mu'tazilah juga memiliki pandangan yang berbeda mengenai sifat-sifat Allah. Mereka cenderung menolak pemahaman yang diterima dalam tradisi Ahlus Sunnah tentang sifat-sifat Allah yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadis, seperti tangan Allah, wajah Allah, dan bersemayam di atas Arsy. Mereka berusaha menafsirkan sifat-sifat tersebut secara metaforis dan menghindari pemahaman literal, yang menurut mereka dapat menyebabkan kesyirikan.

3. Tanggapan Ulama Terhadap Sekte Mu'tazilah

A. Penolakan Ulama Ahlus Sunnah

Ajaran-ajaran Mu'tazilah yang bertentangan dengan doktrin dasar Islam memicu reaksi keras dari para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Para ulama besar seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Abu Hanifah menentang keras pemikiran Mu'tazilah, terutama dalam hal kebebasan manusia dalam menentukan nasibnya dan penolakan terhadap takdir Allah.

Imam Ahmad bin Hanbal bahkan menulis banyak karya yang menentang ajaran-ajaran Mu'tazilah, termasuk dalam masalah takdir dan sifat-sifat Allah. Dalam pandangan beliau, pemahaman tentang takdir yang ditolak oleh Mu'tazilah adalah salah satu bentuk penyesatan dalam agama. Dalam hadis sahih, Nabi Muhammad SAW bersabda tentang takdir:  

"Sesungguhnya Allah menuliskan takdir bagi seluruh makhluk-Nya, maka barang siapa yang beriman kepada takdir, ia akan selamat."

B. Pembubaran Pengaruh Mu'tazilah

Pada masa pemerintahan Khalifah al-Mutawakkil, kekuatan Mu'tazilah mulai meredup. Khalifah al-Mutawakkil mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan ajaran Mu'tazilah dan mengembalikan pengajaran Islam yang berdasarkan pada Ahlus Sunnah wal Jamaah. Kebijakan ini diikuti dengan pemulihan ajaran tradisional yang diterima oleh mayoritas umat Islam, dan ajaran Mu'tazilah mulai kehilangan pengaruhnya di dunia Islam.

Kesimpulan

Sekte Mu'tazilah merupakan salah satu aliran pemikiran dalam sejarah Islam yang muncul pada abad ke-2 Hijriyah, yang mengedepankan rasionalisme dan penolakan terhadap takdir Allah serta kebebasan penuh manusia dalam menentukan nasibnya. Ajaran-ajaran mereka mengenai kebebasan kehendak, keadilan Allah, dan penolakan terhadap takdir bertentangan dengan ajaran Islam yang sahih.

Meskipun sekte ini mendapatkan dukungan dari beberapa khalifah dan intelektual pada masa itu, ajaran mereka akhirnya ditentang keras oleh ulama-ulama besar Ahlus Sunnah wal Jamaah. Berkat perjuangan para ulama tersebut, ajaran Mu'tazilah mulai meredup, dan posisi mereka dalam sejarah Islam menjadi kontroversial.

Umat Islam perlu terus berpegang pada ajaran yang sahih berdasarkan Al-Qur'an dan hadis sahih, serta menjauhi pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari pokok ajaran Islam yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Posting Komentar

"Berkomentarlah dengan bijak dan sopan, mari kita budayakan bertutur kata yang baik dan saling menghormati. Mohon maaf bila komentar Anda yang tidak memenuhi kriteria tersebut akan saya hapus. Bila Anda ingin memberikan saran, kritik, masukan yang membangun, dan memberikan tambahan materi bila ada kekurangan pada artikel yang sedang dibahas dengan senang hati saya persilakan, terima kasih."