Sejarah Munculnya Sekte Murji'ah dan Ajaran Sesatnya Dalam Islam


Dalam sejarah Islam, muncul berbagai sekte dan aliran yang berkembang dengan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa aliran ini, meskipun mengaku mengikuti ajaran Islam, namun sering kali menyimpang dari prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Salah satu sekte yang pernah muncul dan memiliki pengaruh besar pada masa awal perkembangan Islam adalah Sekte Murji'ah. Sekte ini muncul pada abad-abad awal Islam dan banyak dianggap sesat oleh ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah karena ajaran-ajarannya yang bertentangan dengan ajaran pokok agama Islam.

Artikel ini akan membahas mengenai sejarah kemunculan sekte Murji'ah, ajaran sesat yang mereka anut, serta respon ulama terhadap sekte ini dalam konteks sejarah Islam.

1. Asal Usul dan Sejarah Munculnya Sekte Murji'ah

A. Siapa Itu Murji'ah?

Sekte Murji'ah, yang diambil dari kata "Irjaa", yang berarti "menunda" atau "membiarkan", muncul pada abad ke-1 Hijriyah. Nama Murji'ah sendiri berasal dari istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kelompok yang mengajarkan bahwa seseorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, walaupun ia berbuat dosa besar, tidak akan dihukum selama ia tetap beriman, dan bahwa hukum amal perbuatan tidak segera dilaksanakan terhadap seseorang tersebut. 

Sekte ini pertama kali muncul setelah peristiwa besar dalam sejarah Islam, yaitu Perang Saudara (Fitnah), yang terjadi setelah wafatnya Khalifah Utsman bin Affan. Ketika perpecahan dan konflik muncul antara kelompok yang mendukung Ali bin Abi Talib dan kelompok yang menentang beliau, sekte Murji'ah berkembang dengan tujuan untuk menangguhkan atau "irjaa'" penilaian terhadap iman dan amal perbuatan individu, tanpa tergesa-gesa menghakimi mereka sebagai kafir atau mukmin.

B. Tokoh-Tokoh Pendiri Sekte Murji'ah

Sekte ini tidak didirikan oleh satu tokoh tertentu, tetapi lebih merupakan hasil dari penafsiran politik dan agama yang berkembang pada masa itu. Beberapa tokoh yang dianggap terlibat dalam penyebaran ajaran Murji'ah adalah Hasan al-Basri (meskipun ada perdebatan tentang perannya dalam sekte ini) dan beberapa tokoh lainnya seperti Qatadah bin Di'amah, serta orang-orang yang terlibat dalam masa fitnah, yang berusaha mengurangi ketegangan dengan menangguhkan keputusan terhadap orang yang melakukan dosa besar.

Pada awalnya, sekte ini bertujuan untuk menenangkan situasi politik pasca-perang dan menangguhkan pemberian hukuman kepada pihak-pihak yang terlibat dalam peperangan politik di kalangan umat Islam. Namun, seiring berjalannya waktu, ajaran-ajaran Murji'ah berkembang menjadi suatu aliran teologis yang berbeda secara signifikan dengan ajaran-ajaran Islam yang diterima mayoritas umat Muslim.

2. Ajaran Sesat Sekte Murji'ah

A. Konsep "Irjaa" (Menunda Penilaian)

Prinsip utama yang diajarkan oleh sekte Murji'ah adalah konsep irjaa' yang berarti menunda atau menangguhkan keputusan terhadap seorang Muslim yang melakukan dosa besar, dan tidak segera menganggapnya sebagai kafir. Mereka berpendapat bahwa seseorang yang mengucapkan kalimat syahadat dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tetap dianggap sebagai Muslim, meskipun ia terlibat dalam dosa besar, seperti pembunuhan atau perzinahan.

Murji'ah berkeyakinan bahwa amalan-amalan baik atau buruk seseorang tidak serta-merta menentukan keimanan atau kekufurannya. Mereka menekankan bahwa yang terpenting adalah iman dalam hati dan ucapan syahadat, sementara amal perbuatan dianggap sebagai urusan pribadi yang tidak dapat langsung dihukum. Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan bahwa iman dan amal perbuatan berjalan seiring. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ خَيْرُ ٱلْبَرِيَّةِ

Artinya:"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk." (QS. Al-Bayyina: 7)

B. Pandangan Murji'ah Terhadap Dosa Besar

Salah satu ajaran yang paling kontroversial dari sekte Murji'ah adalah keyakinan bahwa dosa besar tidak menyebabkan seseorang menjadi kafir, asalkan ia tetap mengucapkan kalimat syahadat dan tidak mengingkari rukun iman lainnya. Dengan demikian, menurut ajaran mereka, seseorang yang terlibat dalam dosa besar, seperti membunuh tanpa hak atau berzina, tetap akan dianggap sebagai Muslim, meskipun ia masih harus menjalani konsekuensi di akhirat jika tidak bertaubat.

Pandangan ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang tegas bahwa dosa besar yang dilakukan oleh seseorang dapat menyebabkan hukuman, baik di dunia maupun di akhirat, kecuali jika orang tersebut bertaubat sebelum meninggal. Hal ini tercantum dalam banyak ayat Al-Qur'an, seperti dalam surat An-Nisa (4:48) yang berbunyi:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا

Artinya:"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (menyekutukan Allah), tetapi Dia akan mengampuni dosa selain syirik, bagi siapa yang Dia kehendaki." (QS. An-Nisa : 48) 

C. Perbedaan dengan Ahlus Sunnah

Ajaran sekte Murji'ah sangat berbeda dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam hal pandangan terhadap amal perbuatan dan pengaruhnya terhadap keimanan seseorang. Ahlus Sunnah mengajarkan bahwa amal perbuatan merupakan bukti keimanan seseorang. Seseorang yang melakukan dosa besar tanpa bertaubat dapat dikenai hukuman sesuai dengan dosa yang diperbuat, namun masih memiliki kesempatan untuk mendapat ampunan Allah jika ia bertaubat.

Dalam pandangan Ahlus Sunnah, iman tidak hanya sebatas pada ucapan atau keyakinan dalam hati, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Amal saleh adalah salah satu bukti dari keimanan tersebut, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:  

"Barang siapa yang mengucapkan La ilaha illallah (tiada Tuhan selain Allah) dan amalannya sesuai dengan apa yang diucapkannya, maka ia adalah orang yang beriman." (HR. Muslim) 

3. Respons Ulama Terhadap Sekte Murji'ah

A. Penolakan oleh Ulama Ahlus Sunnah

Sekte Murji'ah mendapat penolakan keras dari ulama-ulama besar Ahlus Sunnah wal Jamaah. Para ulama seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik, dan Imam Syafi'i menganggap bahwa ajaran yang menganggap dosa besar tidak mempengaruhi status keimanan seseorang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Mereka menegaskan bahwa amal perbuatan adalah bagian dari keimanan, dan seseorang yang berbuat dosa besar tanpa bertaubat harus dihukum sesuai dengan hukum syariat.

B. Reaksi Pemerintah terhadap Sekte Murji'ah

Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah, ajaran Murji'ah kadang-kadang didukung oleh beberapa khalifah yang berusaha menjaga stabilitas politik dengan menangguhkan keputusan terhadap kelompok-kelompok yang terlibat dalam fitnah politik, terutama yang terlibat dalam Perang Saudara (Fitnah). Namun, seiring berjalannya waktu, ajaran ini mulai mendapat penentangan yang lebih luas dari kalangan ulama dan pemerintah.

Pada masa pemerintahan Khalifah al-Mutawakkil, ajaran-ajaran Murji'ah akhirnya semakin terpinggirkan dan dianggap sesat. Pemerintah memutuskan untuk mendukung Ahlus Sunnah wal Jamaah dan menganggap ajaran Murji'ah sebagai penyimpangan.

4. Kesimpulan

Sekte Murji'ah merupakan salah satu aliran yang muncul pada masa-masa awal Islam dengan ajaran yang bertentangan dengan pokok ajaran Islam yang sahih. Ajaran utama mereka, yaitu menangguhkan penilaian terhadap seseorang yang melakukan dosa besar dan tetap menganggapnya sebagai Muslim selama ia tidak mengingkari syahadat, mendapat penolakan keras dari para ulama besar Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Ajaran Murji'ah ini, meskipun memiliki pengikut pada masa-masa tertentu, akhirnya kehilangan pengaruhnya setelah mendapatkan perlawanan dari para ulama yang menegaskan bahwa amal perbuatan merupakan bagian integral dari keimanan seseorang. Umat Islam harus selalu berpegang pada ajaran yang benar sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW dan menjauhi segala bentuk pemahaman yang menyimpang.

Posting Komentar

"Berkomentarlah dengan bijak dan sopan, mari kita budayakan bertutur kata yang baik dan saling menghormati. Mohon maaf bila komentar Anda yang tidak memenuhi kriteria tersebut akan saya hapus. Bila Anda ingin memberikan saran, kritik, masukan yang membangun, dan memberikan tambahan materi bila ada kekurangan pada artikel yang sedang dibahas dengan senang hati saya persilakan, terima kasih."