Malam pergantian tahun, yang dikenal dengan perayaan
Tahun Baru Masehi pada 31 Desember, adalah momen yang dirayakan
oleh banyak orang di seluruh dunia. Namun, bagi umat Muslim, merayakan Tahun
Baru bukanlah bagian dari tradisi atau ajaran agama Islam. Meskipun demikian,
banyak orang, baik Muslim maupun non-Muslim, yang merayakan momen ini dengan
berbagai cara, seperti mengadakan pesta, menonton kembang api, atau berkumpul
dengan teman-teman.
Lantas, mengapa umat Islam tidak merayakan Tahun Baru? Artikel ini akan
membahas 10 alasan mengapa perayaan Tahun Baru Masehi tidak sesuai
dengan ajaran Islam, dengan merujuk pada dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadis.
1. Tidak Ada Tuntunan dalam Syariat Islam
Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, yang mencakup petunjuk hidup
dalam segala aspek, termasuk cara merayakan hari-hari tertentu.
Tahun Baru Masehi adalah perayaan yang berasal dari tradisi agama
dan budaya non-Islam, khususnya agama Kristen dan Romawi kuno. Dalam Islam,
tidak ada tuntunan atau perintah dari Nabi Muhammad SAW untuk merayakan tahun
baru.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
......ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ.........
Artinya:
"Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu, dan telah Ku cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agamamu." (QS. Al-Ma'idah : 3)
Ayat ini menegaskan bahwa agama Islam sudah sempurna, dan umat Islam tidak
perlu menambah-nambah perayaan yang tidak ada dalam ajaran agama mereka.
2. Meniru Tradisi Agama Lain (Tasyabbuh)
Merayakan Tahun Baru Masehi berarti meniru tradisi yang berasal dari budaya
non-Islam. Dalam Islam, meniru kebiasaan orang-orang kafir atau agama lain
(seperti merayakan hari besar mereka) dapat membawa risiko pada
keimanan dan identitas Islam. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan
mereka."
(HR. Abu Dawud)
Dengan merayakan Tahun Baru, umat Islam berisiko meniru praktik yang tidak
diajarkan dalam Islam dan dapat terjebak dalam hal yang dapat merusak aqidah.
3. Perayaan yang Tidak Berdasarkan Syariat Islam
Perayaan Tahun Baru Masehi adalah bid'ah (perkara baru dalam
agama), karena tidak ada perayaan ini dalam ajaran Islam. Islam mengajarkan
untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan menjauhi perkara-perkara baru
yang tidak memiliki dasar syariat. Rasulullah SAW bersabda:
"Setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka."
(HR. Muslim)
Merayakan Tahun Baru bisa dianggap sebagai bentuk bid'ah, karena perayaan
tersebut tidak berasal dari ajaran Islam dan tidak pernah dipraktikkan oleh
Nabi Muhammad SAW.
4. Fokus pada Ibadah dan Ketaatan kepada Allah
Islam mengajarkan umatnya untuk selalu fokus pada ibadah dan
ketaatan kepada Allah dalam setiap waktu, termasuk pada malam
pergantian tahun. Malam tersebut lebih baik diisi dengan shalat malam,
dzikir, atau doa daripada mengikuti kegiatan yang tidak
bermanfaat. Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda:
"Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu karenanya, yaitu nikmat sehat
dan waktu luang."
(HR. Bukhari)
Menggunakan waktu untuk beribadah lebih utama daripada merayakan perayaan yang
tidak sesuai dengan ajaran agama.
5. Menghindari Pemborosan (Mubazir)
Perayaan Tahun Baru sering kali melibatkan pengeluaran yang tidak sedikit,
baik untuk makanan, minuman, kembang api, atau pesta. Islam mengajarkan untuk
menghindari mubazir (pemborosan), sebagaimana firman Allah:
إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ
ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا
Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara syaitan,
dan syaitan itu adalah makhluk yang sangat ingkar kepada Tuhannya."
(QS. Al-Isra : 27)
Menghabiskan uang atau sumber daya untuk merayakan Tahun Baru dengan cara yang
tidak bermanfaat merupakan pemborosan yang tidak sesuai dengan prinsip Islam
yang mengajarkan kesederhanaan.
6. Mengabaikan Kewajiban Shalat dan Ibadah
Banyak orang yang merayakan Tahun Baru hingga larut malam, mengabaikan
kewajiban shalat subuh atau shalat tahajjud pada malam
hari. Dalam Islam, shalat adalah kewajiban utama yang harus dilakukan oleh
setiap Muslim, dan tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat karena perayaan
yang tidak ada hubungannya dengan agama. Allah berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا
وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا
Artinya:
"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi
orang-orang yang beriman."
(QS. An-Nisa : 103)
7. Menghindari Perbuatan Maksiat
Malam Tahun Baru sering kali identik dengan perbuatan maksiat, seperti
alkohol, pergaulan bebas, dan perilaku negatif lainnya.
Islam sangat menjaga kemurnian moral umatnya dan melarang segala bentuk
perbuatan maksiat. Allah berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ
سَبِيلًا
Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk." (QS. Al-Isra : 32)
Merayakan Tahun Baru dengan cara yang melibatkan maksiat jelas bertentangan
dengan ajaran Islam.
8. Tidak Ada Hubungannya dengan Tujuan Hidup Seorang Muslim
Tujuan hidup seorang Muslim adalah untuk
beribadah kepada Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. Merayakan Tahun
Baru tidak memiliki hubungan dengan tujuan hidup tersebut, dan lebih merupakan
kegiatan sosial yang tidak memiliki nilai spiritual. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya:
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka mengabdi
kepada-Ku." (QS. Adh-Dhariyat : 56)
Perayaan Tahun Baru Masehi tidak memberikan manfaat dalam mencapai tujuan
hidup yang telah Allah tetapkan bagi umat manusia.
9. Menjauhkan Diri dari Pengaruh Negatif
Banyak orang yang merayakan Tahun Baru dengan cara yang merugikan diri mereka
sendiri, seperti mengonsumsi alkohol,
menonton hiburan yang tidak bermanfaat, atau
terjebak dalam pergaulan buruk. Dalam Islam, kita diajarkan untuk
menjaga diri dari segala pengaruh negatif yang dapat merusak akhlak dan iman.
Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا إِن تُطِيعُوا فَرِيقًا مِّنَ ٱلَّذِينَ
أُوتُوا ٱلْكِتَٰبَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَٰنِكُمْ كَٰفِرِينَ
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian orang yang
diberi kitab sebelumnya, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi
kafir setelah kamu beriman."
(QS. Al-Imran [3]: 100)
Merayakan Tahun Baru dengan cara yang tidak sesuai dengan Islam dapat membawa
dampak buruk bagi iman dan akhlak seseorang.
10. Menjaga Identitas Muslim
Merayakan Tahun Baru juga dapat membuat seseorang kehilangan
identitas Islam. Sebagai seorang Muslim, kita seharusnya tidak
terpengaruh oleh budaya atau tradisi non-Muslim yang bertentangan dengan
aqidah kita. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan
mereka."
(HR. Abu Dawud)
Merayakan Tahun Baru dengan cara yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dapat
mengaburkan identitas seorang Muslim dan mengurangi rasa bangga terhadap agama
Islam.
Kesimpulan
Perayaan Tahun Baru Masehi adalah tradisi yang berasal dari budaya dan agama
non-Islam, dan tidak ada perintah dalam syariat Islam untuk merayakannya. Umat
Islam diajarkan untuk menghindari perayaan yang tidak sesuai dengan ajaran
agama, seperti perayaan Tahun Baru, dan lebih fokus pada ibadah, ketaatan
kepada Allah, serta menjaga akhlak dan identitas Islam. Sebagai gantinya, umat
Islam dapat memanfaatkan waktu untuk berdzikir, berdoa, dan beribadah pada
malam tersebut, memperbaiki diri, dan merenungkan perjalanan hidupnya.
Posting Komentar