Rangkuman Ebook Kedudukan As Sunnah dalam Islam
Berikut adalah rangkuman dari saya editor, saya rangkum dari ebook 30 halaman
ini dengan tema yang sangat penting, Karena merupakan salah satu pokok
syari'at yamg mulia, yaitu penjelasan pentingnya As-sunnah dalam syari'at
islam. Karena hanya rangkuman sobat bisa membaca keterangan lengkap di ebook
yang bisa sobat download secara gratis, direct download tak perlu khawatir
link berputar - putar.
Kedudukan As-sunnah Terhadap Al quran
Kita semua mengetahui bahwa Allah tabaaraka wa ta’ala telah memilih Muhammad
dengan nubuwwah, memuliakannya dengan risalah, menurunkan kepadanya kitab-Nya
Al-Qur’an Al-Karim dan memerintahkannya untuk menerangkan kepada manusia.
Allah ta’ala berfirman :
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ
لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
”Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan”
(QS. An-Nahl [16]: 44).
tafsirnya
Menurut pandanganku (Asy-Syaikh Al-Albani), Al- Bayan
(penjelasan) yang disebutkan dalam ayat ini mencakup 2 macam
penjelasan :
-
Pertama, penjelasan lafadh dan susunannya, yaitu
penyampaian Al-Qur’an tidak menyembunyikannya dan menyampaikan kepada umat,
sebagaimana Allah ta’ala menurunkannya kepada beliau .
-
Kedua, Penjelasan makna lafadh atau kalimat atau ayat yang
ummat ini membutuhkan penjelasan. Yang demikian ini banyak dalam ayat-ayat
yang mujmal (global), ammah (umum), atau muthlaq. Maka datanglah As-Sunnah
menjelaskan yang mujmal, mengkhususkan yang umum, dan membatasi yang
muthlaq. Yang demikian ini semuanya terjadi dengan perkataan beliau
sebagaimana terjadi pula dengan perbuatan dan taqrir beliau.
Pentingnya As Sunnah untuk Memahami Al-Qur’an dan Contoh-Contohnya
Firman Allah ta'ala :
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا
نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
(QS. Al-Maidah [5] : 38).
tafsirnya
Ayat ini merupakan contoh yang baik dalam masalah ini, karena kata pencuri
dalam ayat ini bersifat muthlaq. Demikian pula dengan tangan. Jadi, sunnah
qauliyah menerangkan yang pertama (yaitu pencuri) dengan membatasi pencuri
yang mencuri 1⁄4 dinar dengan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam :
لا قطع الافي ربع دينار فصاعدا
”Tidak dipotong tangan kecuali mencapai 1⁄4 dinar atau lebih”
[Diriwayatkan oleh Al- Bukhari dan Muslim].
Sebagaimana sunnah menerangkan maksud “tangan” dengan perbuatan
beliau , perbuatan shahabatnya, dan ijma’ bahwa mereka dahulu memotong tangan
pencuri pada batas pergelangan, sebagaimana telah dikenal dalam kitab-kitab
hadits.
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ
تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ
كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا
"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu."
(QS. An-Nisaa’ [4] : 101).
tafsirnya
Dhahir ayat ini menghendaki dikerjakannya shalat qashar dalam safar itu dengan
syarat adanya perasaan takut. Oleh karena itu shahabat Rasulullah bertanya
kepadanya: “Apakah kita mengqashar padahal telah aman?”
Rasulullah menjawab:
“Ini adalah shadaqah, Allah bershadaqah dengannya kepada kalian, maka
terimalah shadaqah-Nya”.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِير
”Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah ...” [QS. Al-Maidah : 3].
As-Sunnah menerangkan bahwa bangkai yang halal adalah bangkai belalang dan
ikan. Sedangkan hati dan limpa termasuk darahyang halal. Rasulullah bersabda:
”Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah, yaitu : bangkai belalang
dan ikan (semua jenis ikan) serta hati dan limpa”
[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi secara marfu’ dan mauquf. Adapun hadits yang
bersanad mauquf adalah shahih yang dihukumi dengan marfu’. Hal tersebut
dikarenakan bahwa perkataan tersebut tidak mungkin diucapkan hanya berdasarkan
ra’yu semata].
Kesesatan Para Pengingkar Sunnah
Dewasa ini telah ditemukan satu kelompok yang menamakan qur’aniyyin yang
menafsirkan Al-Qur’an dengan nafsu dan akal-akal mereka, tanpa meminta bantuan
dengan As-Sunnah Ash-Shahiihah.
Bagi mereka As-Sunnah hanya sebagai pengikut hawa nafsu mereka. Jika sesuai
dengan hawa nafsu mereka, maka mereka berpegang dengannya dan yang tidak
sesuai mereka buang ke belakang punggung mereka.
Nabi telah mengisyaratkan tentang mereka dalam hadits yang shahih :
لاألفيّن أحدكم متكأ على اريكته ،يأتيه الأمر من أمري مما أمرت به ، فيقول :
لاأدري ! ماوجدنا في كتاب اللّه اتبعناه
“Salah seorang dari kalian betul-betul akan menjumpai seseorang yang sedang
duduk di singgasananya, kemudian datang urusanku kepadanya dari apa yang aku
perintahkan atau aku larang, maka dia berkata,”Aku tidak tahu! Semua yang
kami dapatkan di dalam Kitabullah itulah yang kami ikuti”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi].
Dalam riwayat lain : Dia berkata :
“Apa-apa yang kami jumpai (pada Al-Qur’an) sebagai sesuatu yang
haram, maka kami mengharamkannya”
Berkata Rasulullah :
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur’an dan yang semisalnya (hadits)
bersamanya”
Dan diriwayat yang lain lagi : Berkata (Rasulullah ) :
”Ketahuilah, sesungguhnya semua yang dilarang oleh Rasulullah shallallaahu
seperti apa yang dilarang oleh Allah”
Hadits shahih di atas menjelaskan secara tegas bahwa syari’at Islam bukan
Al-Qur’an saja, melainkan Al- Qur’an dan As-Sunnah. Barangsiapa berpegang
dengan salah satunya, berarti dia tidak berpegang dengan yang lain. Padahal
masing-masing dari keduanya memerintahkan untuk berpegang dengan yang lain
seperti firman Allah :
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ
فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.
Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."
(Qs. An-Nisa' 80)
Tidak Cukup Pengertian Bahasa Saja untuk Memahami Al-Qur’an
Dari penjelasan di atas telah jelas dan terang bahwasannya tidak mungkin
seorang memahami Al- Qur’an walaupun dia mahir dalam bahasa Arab dan
sastra-sastranya jika tidak dibantu dengan Sunnah Nabi , baik qauliyyah maupun
fi’liyyah. Karena dia tidak mungkin lebih alim atau lebih mahir dalam bahasa
Arab daripada para shahabat Nabi yang Al-Qur’an turun dengan bahasa mereka
dan pada waktu tersebut belum tercampur bahasa ‘ajam, awam, dan lahn
(kesalahan bahasa). Namun walaupun demikian, mereka para sahabat telah salah
dalam memahami ayat-ayat yang telah lewat, ketika mereka hanya bersandar
dengan bahasa mereka saja.
Atas dasar itu jelaslah bahwasannya seseorang jika semakin alim dalam sunnah,
dia lebih pantas untuk memahami Al-Qur’an dan mengambil istinbath hukum
darinya dibandingkan orang yang bodoh tentang sunnah. Lalu bagaimana dengan
orang yang tidak menganggap sunnah dan tidak pula meliriknya sama sekali ?
Oleh karena itu sudah merupakan suatu kaidah yang disepakati oleh ahli ilmu
bahwasannya Al-Qur’an ditafsirkan dengan As-Sunnah, kemudian dengan perkataan
shahabat.....dan seterusnya.
Dari sini jelas bagi kita sebab-sebab kesesatan tokoh- tokoh Ahli Kalam dulu
dan sekarang serta perbedaan mereka dengan as-salafush-shalih dalam keyakinan-
keyakinan mereka terutama dalam hukum-hukum mereka, karena jauhnya ahlul-kalam
dari Sunnah dan dangkalnya pengetahuan mereka tentang Sunnah dan mereka
menghakimi ayat-ayat tentang shifat (Allah) dan yang lainnya dengan akal dan
nafsu mereka.
Barangsiapa berbicara dengan pikirannya dan sangkaannya sendiri tentang
agama Allah ini, serta tidak menerimanya dari Al-Kitab, dia berdosa
walaupun kebetulan benar. Barangsiapa mengambil Kitab
dan Sunnah, dia mendapatkan pahala walaupun salah (dalam berijtihad).
Tetapi jika benar, akan dilipatkan pahalanya”.
Kesimpulan
Sesungguhnya wajib atas semua muslim untuk tidak membedakan Al-Qur’an dengan
As- Sunnah dari sisi kewajiban mengambil dan berpegang dengan keduanya serta
menegakkan syari’at di atas keduanya bersama-sama. Karena ini adalah penjamin
mereka agar tidak berpaling ke kiri dan ke kanan. Agar mereka tidak mundur
dengan kesesatan sebagaimana Rasulullah telah menjelaskan :
تركت فيكم أمرين ، لنتضلوا ماإن تمسكتم بهما : كتب اللّه وسنتي ، ولن يتفرقا
حتى يردا على الحوض
”Aku tingalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama
kalian berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.
Keduanya tidak akan berselisih sampai keduanya mendatangiku di telaga
Haudl”
[Diriwayatkan oleh Malik dan Al-Hakim, dengan sanad hasan].
Posting Komentar