Menuntut ilmu itu sesuatu yg baik kerananya ia akan banyak membantu menyelesaikan banyak permasalahan yg kita hadapi karena keilmuan kita. Tetapi bila sudah berilmu BUKANLAH ALASAN utk mencari salah dan mengurusi aib orang lain, sehingga aib sendiri dilupakan , aib orang lain diurus.
Dalil Tentang Sibuk Dengan Aib Orang Lain
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
يبصر أحدكم القذاة في أعين أخيه، وينسى الجذل- أو الجذع – في عين نفسه
“Salah seorang dari kalian dapat MELIHAT KOTORAN KECIL di mata saudaranya tetapi dia LUPA akan KAYU BESAR yang ada di matanya.” (diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 592. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih.)
Ada pepatah lain yang juga mempunyai maksud yang sama seperti “Semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak”
Pepatah atau kata-kata Abu Hurairah ini sangat bagus. Yang seharusnya kita pikirkan adalah ‘aib kita sendiri yang begitu BANYAK.
Tidak perlu kita BERSUSAH PAYAH memikirkan ‘aib orang lain, atau bahkan menceritakan ‘aib saudara kita di hadapan orang lain.
‘Aib kita, kitalah yang lebih tahu. Adapun ‘aib orang lain, sungguh kita TIDAK MENGETAHUI seluk beluk hati mereka. Kita tidak tahu apa yg ada dalam hati mereka, apa tujuan mereka dan sebagainya. Janganlah selalu suka membuat asumsi sendiri.
Terkadang ada yg merasa seakan dirinya telah banyak menuntut ilmu, terasa dirinya telah termasuk dlm kategori orang2 suci tanpa mereka sadari sehingga menegur orang sesuka hati, TANPA ADAB hingga terkadang sampai terpancing emosi dan nafsu yg tidak terkendali.
Ingatlah saudaraku, itulah FITNAH bagi penuntut ilmu.
Sikap jelek kamu itu bakal memunculkan fitnah kepada ustaz-ustaz, guru-guru, Syaikh yg tidak tahu menahu dan tidak pernah mengajar sikap tersebut.
Sebelum kita punya niat untuk menegur, lebih baik kita perhatikan “kekotoran” yg ada pada diri kita. Banyak cara utk menyampaikan nasihat tetapi teguran salah satu darinya. Cara ini perlu kita berikan banyak perhatian dan kita lihat sudut mana yg terbaik. Jika tidak mengena caranya ia hanya akan merusakkan banyak orang.
Baca juga : Adab Memberi Nasehat
Syaikh Abdurrazzaq al-Badr -hafizhahullah- berkata,
عن عبد الله بن محمد بن الكَوَّاء، أنَّه قال للربيع بن خثيم : ما نراك تعيب أحدا ولا تذمُّه
فقال : «ويلك يا ابن الكَوَّاء ما أنا عن نفسي براض فأتفرَّغُ من ذنبي إلى حديث الناس، إنَّ الناس خافوا الله تعالى على ذنوب الناس وأمنوه على نفوسهم»
(الحلية لأبي نعيم [٢/١١٠])
حقًا فكم من أناس تفرغوا لعيوب الآخرين، ونسوا عيوب أنفسهم من ترك لواجبات وارتكاب لمنهيات.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad bin al-Kawwaa’, bahwa suatu ketika dia berkata kepada ar-Rabi’ bin Khutsaim,
“Kami TIDAK PERNAH melihatmu MENCELA atau MENGKRITIK seorang pun”.
Maka ar-Rabi’ pun menjawab,
“Sungguh CELAKA dirimu wahai Ibnul Kawwaa’, aku ‘ bisa merasa REDHA terhadap KEBURUKAN yang ada pada DIRIKU SENDIRI, bagaimana mungkin aku bisa merasa puas -dengan keadaanku sendiri- lalu MELUPAKAN dosa-dosaku dan sibuk MEMBICARAKAN orang-orang.”
Sesungguhnya orang-orang itu sering kali MENGKHAWATIRKAN hukuman Allah ta‘ala mengenai dosa-dosa yang menimpa orang lain sementara mereka merasa aman/TIDAK MEMPERMASALAHKAN ketika ternyata ‘ itu juga ada pada DIRINYA SENDIRI”.
(lihat al-Hilyah karya Abu Nu‘aim [2/110])
Kesimpulan
Benarlah demikian, betapa banyak orang yang memfokuskan waktunya hanya untuk MENGURUSI AIB-AIB ORANG LAIN sementara mereka melupakan aib-aib dirinya sendiri; padahal nyatanya mereka sendiri juga meninggalkan kewajiban-kewajiban dan menerjang larangan-larangan agama.
Sumber : http://al-badr.net/muqolat/2651
Posting Komentar