Di kehidupan dunia ini kita di tuntut untuk bekerja menjemput rizki allah ta’ala bukannya kita gak yakin akan rezeki yang telah ALLAH tentukan , tapi kita bekerja sekedar bentuk ihtiar kita. Memang benar rizki kita adalah tergantung jatah rezeki kita bukan tergantung kerasnya usaha kita bekerja. Ada sebagian yang jadi pengusaha ada yang berdagang tani dan juga pegawai.
Pembahasan kali ini adalah tentang etika seorang pegawai, agama islam pun telah mengatur etika-etika seorang pegawai.
Di antaranya sebagai berikut :
1. Bekerja dengan maksimal dan profesional.
Inilah petunjuk Islam yang mulia. Nabi kita sholallahu alaihi wassalam bersabda:
إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala menyukai orang yang bekerja dengan profesional.” (HR. Abu Ya’la: 4386, ash-Shahihah: 1113)
2. Memanfaatkan waktu dengan baik.
Karena waktu adalah amanah yang harus ditunaikan dengan baik agar tidak menyesal di kemudian hari.
Nabi bersabda :
“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu karenanya, yaitu sehat dan waktu luang.” (HR. al-Bukhari: 6412)
3. Sungguh-sungguh dan semangat dalam bekerja.
Nabi memberikan petunjuk dalam doanya:
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah (dalam mengerjakan kebaikan) dan malas.” (HR. al-Bukhari: 2823 dan Muslim: 2706)
4. Merasa diawasi Allah ketika bekerja.
Meskipun atasan tidak tahu ketika aturannya dilanggar, namun Allah Maha Tahu dan pasti memberi balasan.
Allah berfirman (artinya):
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Hadid [57]: 4)
Dan penting untuk diingat bahwa hukuman yang ditetapkan Allah itu jauh lebih berat daripada hukuman yang ditetapkan oleh atasan, baik di dunia terlebih lagi di akhirat.
5. Tidak melakukan hal-hal yang diharamkan.
Di antara hal-hal yang diharamkan dalam dunia kerja ialah:
a) Mengambil harta milik negara atau yayasan atau majikan tanpa hak.
Rasulullah berpesan (artinya):
“Janganlah seseorang di antara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya. Jika dia melakukannya, maka kelak pada hari kiamat dia akan menemui Allah dengan memikulnya.” (HR. al-Bukhari: 6979 dan Muslim: 1832)
Di antara bentuknya ialah sebagaimana dalam hadits berikut:
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا، فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
“Siapa saja yang kami perkerjakan dan telah kami tetapkan gajinya, maka harta yang dia ambil di luar gaji adalah ghulul (tidak halal).” (HR. Abu Dawud: 2943, Shahih at-Targhib wat-Tarhib: 779)
b) Tidak masuk kerja tanpa udzur syar’i atau tanpa alasan yang dibenarkan oleh peraturan perusahaan/ instansi, termasuk terlambat masuk kerja dan pulang kerja sebelum waktunya.
c) Menerima harta suap.
Ini termasuk dosa besar yang pelakunya dikutuk oleh Allah Ta’ala. Rasulullah bersabda:
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
“Semoga Allah mengutuk orang yang memberi harta suap dan yang menerimanya.” (HR. Ibnu Majah: 2313, Shahih Ibnu Majah: 1871)
6. Tidak mengganggu pegawai lain yang sedang bekerja menunaikan kewajibannya.
Sebagian pegawai ada yang suka mengganggu pegawai lain yang sedang bekerja, padahal pekerjaannya sendiri belum selesai. Ini termasuk perbuatan yang tidak baik dan tidak diizinkan oleh Islam.
Allah berfirman (artinya):
Dan Allah membuat (pula) perumpamaan dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan sedikit pun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus? (QS. an-Nahl [16]: 76)
✒️(Dinukil dari Kalender Hijriyah Plus 1436 H tema “Etika Pergaulan Islami”)
Posting Komentar